Senin, 23 September 2013

Parenting Interaction



Keluarga masa kini berbeda dengan keluarga zaman dulu. Dalam ikatan keluarga, orang-orang mengalami pergolakan dan perubahan hebat, khususnya mereka yang hidup di kota. Hasil peninjauan terhadap keluarga-keluarga di daerah adalah mereka belum mengalami maupun menikmati hasil kemajuan teknologi, kemajuan dalam dunia industri dan sebagainya. Karena itu, gambaran mengenai ikatan dan fungsi keluarga jauh berbeda jika dibandingkan dengan keluarga yang berada di tengah segala kemewahan materi. Sebenarnya keluarga mempunyai fungsi yang tidak hanya terbatas selaku penerus keturunan. Dalam bidang pendidikan, keluarga merupakan sumber pendidikan utama, karena segala pengetahuan dan kecerdasan intelektual manusia diperoleh pertama kali dari orangtua dan anggota keluarganya sendiri. Keluarga merupakan produsen sekaligus konsumen, yang berarti harus mempersiapkan dan menyediakan segala kebutuhan sehari-hari – seperti; sandang, pangan, dan papan. Setiap anggota keluarga saling membutuhkan satu sama lain, agar mereka dapat hidup lebih senang dan tenang. Hasil kerja mereka harus dinikmati bersama.

Sebaliknya keluarga masa kini sudah banyak kehilangan fungsi dan artinya. Fungsi pendidikan sudah diserahkan pada lembaga-lembaga pendidikan seperti sekolah, sehingga tugas orangtua dalam memperkembangkan segi intelek anak menjadi jauh lebih ringan. Peralatan yang serba modern dan mekanis, mengganti tenaga manusia dengan tenaga mesin dan listrik, mengakibatkan tenaga manusia tidak lagi dibutuhkan. Misalnya, untuk memperoleh pakaian baru, tidak perlu menunggu ibu menenunnya, melainkan cukup membeli pakaian jadi. Sehingga acap kali timbul ekses dari kalangan mereka berpandangan individualistis yang mulai menyebar luas dan menyusup ke berbagai lapisan masyarakat, dengan pola hidup yang menitikberatkan kesenangan bagi individu itu sendiri dan yang menganggap bahwa tidak perlu lagi membentuk keluarga supaya tidak terhalang dan dibebani tanggung jawab kepada keluarga. Pandangan ini sebenarnya keliru, karena hanya menonjolkan kepuasan kebutuhan badani. Hidup bersama tanpa tanggung jawab atas kesejahteraan orang lain, berarti mengambil kesenangan dan keuntungan tanpa menghiraukan individu lainnya.


Akhirnya kesatuan keluarga hanya dianggap sekedar performa. Hubungan antarpribadi semakin jauh dan melemah, sehingga akhirnya arti pribadi mengalami suatu perubahan. Beberapa kebutuhan dasar individu sebagai suatu pribadi, dengan cara pandangan hidup individualistis tidak lagi dipenuhi,bahkan tidak lagi diperhitungkan sama sekali. Karena itu bisa timbul frustrasi, yaitu keadaan tidak tercapainya suatu keingian atau kebutuhan dasar yang mendorong tingkah laku seseorang. Frustrasi ini dapat mempengaruhi kelakuan seseorang sedemikian mendalamnya, sehingga timbul peristiwa yang tidak terduga, sekalipun lingkungan hidupnya sudah mencapai taraf kehidupan yang cukup tinggi. Peraturan-peraturan yang sudah sedemikian berakar dan mengatur seluruh seluk beluk kehidupan akhirnya dilanggar begitu saja. 


Beberapa kelompok ahli berusaha mengatasi masalah-masalah tersebut dengan cara mencari sumber permasalahan sehingga memungkinkan mengobati penyebabnya terlebih dahulu dengan akar-akarnya, sambil berharap masalah akan teratasi. Mereka meneliti setiap individu yang terlibat dalam tindakan kriminal, kenakalan anak, dan kenakalan yang belum melanggar hukum. Ternyata banyak diantaranya mengalami masalah keluarga. Persoalan sering bersumber pada rumah yang tidak dialami oleh keluarga dalam arti sesungguhnya, melainkan oleh individu –individu yang secara kebetulan tinggal bersama, tanpa mengalami perasaan aman yang wajar diperoleh melalui ikatan kekeluargaan. Ada pula yang tinggal dalam satu gedung mewah, tetapi bagi mereka gedung itu bukanlah sebuah “rumah”  mereka tinggal bersama karena “kebetulan” berasal dari hubungan seorang laki-laki dengan seorang perempuan, tanpa ikatan emosional sebagai anak-ayah-ibu. Keadaan tanpa hubungan emosional ini menimbulkan perasaan ketidakpuasan, yang akhirnya meletus dalam ledakan-ledakan emosional yang menggemparkan lingkungannya. Dasar kepribadian seseorang terbentuk sebagai hasil perpaduan antara warisan sifat, bakat orangtua dan lingkungan di mana ia berada dan berkembang. Lingkungan pertama yang mula-mula memberikan pengaruh mendalam adalah lingkungan keluarganya sendiri. Dari anggota keluarganya itu, yaitu ayah, ibu dan saudara-saudaranya, si anak memperoleh segala kemampuan dasar, baik intelektual maupun sosial. Bahkan penyaluran emosi banyak ditiru dan dipelajarinya dari anggota-anggota lain di keluarganya. Jadi, dapat dikatakan bahwa anak yang tidak pernah merasakan kasih sayang, juga tidak dapat menyatakan kasih sayang terhadap orang lain. Sikap, pandangan dan pendapat orangtua dan anggota keluarga lainnya dijadikan model oleh si anak dan kemudian menjadi sebagian dari tingkah laku anak itu sendiri.


Bila kita tinjau lebih mendalam lagi, hati nurani seseorang tidak mungkin terbentuk tanpa usaha dari dirinya sendiri maupun dari luar. Hati nurani seseorang tidak dapat berfungsi dengan baik sebagai sensor atas perbuatannya, bila dia tidak mempunyai kemampuan intelektual untuk mengambil isi dan arti dari segala hal yang dilihatnya dilingkungan keluarga serta dialaminya melalui ajaran agama, etika, dan pelajaran-pelajaran lainnya. Jadi walaupun contoh dan teladan di sekitarnya patut ditiru dan dijadikan petunjuk bagi hidupnya, ia tidak akan dapat mengikutinya, karena kemampuan dan pengertiannya terlalu rendah. Sebaliknya, sekalipun seseorang cukup cerdas dan mampu mengambil inti sari dari segala rupa ajaran, ia belum tentu memiliki hati nurani yang dapat berfungsi sebagai pengarah bagi perbuatan-perbuatannya apabila dalam lingkungan hidupnya tidak terdapat contoh atau tokoh yang dapat dijadikan teladan olehnya. Bahkan lingkungan yang menyajikan tokoh-tokoh dan ajaran-ajaran yang menyesatkan dan secara etis-moral tidak dapat dipertanggungjawabkan akhirnya akan membentuk  hati nurani yang isinya tidak mengarah ke tujuan yang mulia, luhur dan pantas, melainkan hanya mementingkan kesenangan diri sendiri tanpa menghiraukan tuntutan dari lingkungannya. Dalam keadaan demikian, tidaklah mustahil akan timbul kerusuhan kecil yang mungkin tidak berarti maupun kekacauan umum yang luas dan terasa pengaruhnya dalam hidup masyarakat.


Dengan demikian, betapa pun tingginya taraf kemajuan teknologi yang dicapainya dan kenikmatan hidup yang diperolehnya, taraf tersebut tidak dapat dipertahankan bila pribadi yang menjalaninya tidak memiliki kepribadian yang terbentuk sempurna. Artinya tidak mempunyai kepribadian yang bertanggung jawab secara etis dan moral. Demi terciptanya suatu masyarakat yang aman dan sentosa, haruslah diambil tindakan dalam rangka bimbingan terhadap pribadi-pribadi yang membentuk masyarakat maupun bangsa tersebut. Terlebih dahulu harus diusahakan supaya pribadi-pribadi dibimbing dan dikembangkan sedemikian rupa sehingga dalam perkembangannya akan menjadi manusia yang bertanggung jawab penuh secara etis-moral terhadap Tuhan, nusa dan bangsa. Mewujudkan manusia yang berkarakter dengan tanggung jawab penuh ini hanya mungkin dilakukan melalui suatu masa perkembangan dan pergolakan yang cukup sulit dan berliku-liku. 


Lingkungan yang optimal bagi perkembangan kepribadian yang wajar adalah penting sekali. Lingkungan pertama yang harus diusahakan sebaik-baiknya sebagai lingkungan yang menguntungkan adalah lingkungan yang mula-mula dimasuki individu kecil, yakni keluarganya. Keluarga dan suasana hidup keluarga sangat berpengaruh atas taraf-taraf permulaan perkembangan anak dan banyak menentukan apa yang kelak akan terbentuk-sikap keras hati atau sikap lemah lembut adalah tabah-serta dasar-dasar kepribadian lainnya. Keutuhan keluarga dan keserasian yang menguasai suasana di rumah merupakan salah satu faktor penting. Demikian pula sosok ayah dan ibu sebagai pengisi hati nurani yang pertama harus melakukan tugas ini dengan penuh tanggung jawab dalam suasana kasih sayang antara pengasuh (orangtua) dengan yang diasuh (anak).