Mengkaji hasil Seminar Nasional
tentang Psikologi Menyambut Hari Kesehatan Dunia.
Oleh : Suryani, SKp., MMSc, PhD.
Pada tahun 2008 WHO menyatakan bahwa secara global terdapat
24 juta orang yang hidup dengan gangguan Skizofrenia. Sementara pada tahun
sebelumnya yaitu 2007, Riskesdas mencatat angka rata-rata nasional orang yang
menderita gangguan jiwa berat (skizofrenia) sebesar 0,46% atau sekitar 1 juta
penduduk, sementara yang mengalami gangguan mental emosional seperti cemas dan
depresi ada direntang usia 15 tahun keatas dengan jumlah mencapai 11,6% atau
sekitar 19 juta penduduk. Dari data tersebut dikaji pula mengenai dampak yang
dihasilkan atas penyakit tersebut yakni kerugian ekonomi yang mencapai angka
fantastis sebesar 20 Triliun, faktor paling banyak yang menyumbang pencapaian
angka fantastis tersebut ialah berkurangnya pendapatan perkapita penduduk sebab
mereka tidak lagi produktif untuk bekerja, berkarya serta menjalani rutinitas
sehari-hari, disamping itu kerap kali mereka melakukan pengerusakan terhadap
sarana dan fasilitas umum. Kini beberapa ahli di bidang kesehatan jiwa dan
psikolog menyampaikan pernyataan mengejutkan tentang perkembangan kesehatan
jiwa yang berlaku bagi siapapun yaitu “Di masa mendatang memasuki era
globalisasi trend penyakit gangguan
jiwa bukan lagi karena permasalahan fisik yang dialami oleh kebanyakan orang,
namun lebih kepada perasaan cemas, low self esteem, emosional, hingga depresi”
hal tersebut didasarkan atas sulitnya persaingan untuk mendapatkan kenyamanan
atas tingkat ekonomi.
Keadaan atas kejiwaan seorang, secara mudah dipahami dengan
mengasosiasikannya kedalam garis rentang. (seperti yang diuraikan berikut)
0---------------------------------------------------0
gangguan jiwa ringan gangguan jiwa berat
Mari cermati garis lurus tersebut. Jika didapati garis tersebut menunjukan arah semakin ke kiri, maka sesuai dengan keterangan
garis rentang di atas kita dapat menyebutkan bahwa ybs mengalami kesehatan jiwa
yang baik. Begitupun sebaliknya, jika arah dalam garis tersebut menunjukan
titik yang semakin berada di sebelah kanan akan menggambarkan bahwa ybs
mengalami kesehatan jiwa yang buruk atau sangat buruk. Hanya saja pertanyaannya
ialah “kapan keadaan jiwa seseorang
cenderung kearah kiri? , kapan keadaan jiwa seseorang cenderung kearah kanan? .“ Namun perlu diingat, setiap orang sudah pasti
pernah mengalami gangguan jiwa (Stuart&Laraia, 2001)
Gangguan jiwa dapat dibedakan menjadi dua jenis yakni :
Ringan
|
Berat
|
Cemas
|
Skizofrenia
|
Depresi
|
Bipolar Disorder
|
Psikosomatis
|
Psikotik lainnya
|
Kekerasan
|
Berikut uraian mengenai tanda dan gejala cemas oleh (Hawari,
2001) ialah ; adanya kekhawatiran, firasat buruk, takut akan pikirannya
sendiri, mudah tersinggung, merasa tegang, tidak tenang/gelisah, mudah
terkejut, takut akan kesendirian, takut pada keramaian atau banyak orang,
gangguan pola pikir, sering mengalami mimpi-mimpi yang menegangkan, gangguan
konsentrasi/daya ingat, serta keluhan somatik (rasa sakit pada otot dan tulang,
pendengaran berdenging, jantung berdebar-debar, sesak nafas, gangguan
pencernaan, gangguan pada kantong kemih, dan sakit kepala). Jika anda mengalami
beberapa keluhan diatas secara berkepanjangan, maka ada baiknya segera
konsultasikan masalah tersebut kepada psikolog untuk memberikan beberapa terapi
kepada anda sehingga anda dapat menjalani rutinitas dengan lebih bersemangat
serta kembali produktif.
Berikut uraian mengenai tanda dan gejala depresi oleh
(Hawari, 2001) ialah ; dihantui rasa sedih yang terus menerus, mengalami rasa
putus asa dan pesimis, adanya rasa bersalah, memiliki perasaan tidak
berharga/tidak berdaya, kehilangan minat akan banyak hal yang sebelumnya
menjadi kegemaran, energi lemah bahkan menjadi lambat, sulit tidur (insomnia)
atau tidur berlebihan (hiperinsomnia), sulit makan atau rakus makan (menjadi
kurus atau kegemukan), menjadi tidak tenang dan gampang tersinggung, terkadang
berfikir ingin mati atau bunuh diri. Pemaparan atas gejala depresi terlihat
lebih kompleks dan cenderung lebih parah dari gejala kecemasan, hal tersebut
karena gejala ini merupakan lanjutan atas gejala cemas. Oleh sebab itu jika
anda merasakan beberapa gejala dari depresi segeralah konsultasikan masalah
tersebut kepada dokter psikiater agar diberi rujukan
beberapa obat untuk menenangkan pikiran anda, selanjutnya barulah anda meminta
rujukan untuk bertemu ahli psikologis atau psikolog agar mendapatkan
penanganan terapi yang tepat atas keluhan yang anda alami.
Mengenai penyebab gangguan jiwa, secara umum dinyatakan
melalui dua pendekatan yaitu ; gangguan jiwa disebabkan oleh suatu permasalahan
spesifik yang tidak kita ketahui (Mohr, 2003.) Merujuk atas pernyataan tsb
maka, hal ini erat sekali dengan banyak kasus yang terjadi di Indonesia tentang
pendapat common sense untuk gangguan
jiwa bahwa orang yang mengalami perilaku menyimpang (bicara, tertawa, bahkan
menangis sendiri, serta kehilangan kesadaran atas value atau norma yang terjadi di masyarakat) disebutkan karena
kutukan atas perbuatannya yang tidak menyenangkan kepada Allah SWT atau karena
kemasukan suatu hal gaib yang tidak dapat dijelaskan dengan pemaparan ilmiah.
Pendapat lain menyatakan bahwa gangguan jiwa disebabkan atas beberapa faktor (multicausal). Pendapat kedua lebih
sering diungkapkan oleh ahli kejiwaan sesuai dengan pendekatan pengetahuan
tentang ilmu jiwa.
Pendekatan multicausal
yang mengungkapkan penyebab gangguan kejiwaan memberikan pendapatnya bahwa
gangguan kejiwaan yang terjadi pada seseorang tidaklah hanya berasal dari satu
penyebab saja, melainkan dari banyak faktor, yakni ; faktor biologis,
pengalaman trauma masa lalu, faktor genetik/keturunan, faktor copping dengan
pendekatan yang kurang tepat, penyimpangan struktur dan fungi otak, sert
kurangnya pemahaman dan keyakinan tentang agama.
Secara biologis, seseorang yang mengalami gangguan jiwa
telah memiliki ketidak seimbangan dalam fungsi beberapa organ otaknya, berupa
gangguan neurotransmitter serta
disfungsi sistem limbic. Pengalaman
atas trauma masa lalu bagi penderita gangguan jiwa juga mendapatkan perhatian
khusus bagi psikolog, hal tersebut dikarenakan peristiwa tidak menyenangkan
yang pernah dialami oleh pasien gangguan jiwa akan terus menghantui mereka disetiap
rentang kehidupan. Beberapa kasus kekerasan (fisik, seksual, emosional) menjadi
pemicu untuk mengalami halusinasi yang berlebihan. Coba bayangkan, pernahkan anda
mengalami kekerasan seperti percobaan pembunuhan atas diri anda dan orang
terdekat anda, atau pernahkan anda merasakan menjadi korban atas kekerasan yang
dilakukan teman sekolah anda, atau pernahkan anda membayangkan diri anda
dibanjiri dengan pukulan atau kekerasan lainnya yang datang dari keluarga
terdekat anda. Pengalaman masa lalu yang sangat menyakitkan sekaligus memilukan
dan menyedihkan seperti itulah yang membekas menjadi trauma bagi orang yang
mengalami gangguan jiwa sebab sepanjang hidup mereka selalu dihantui dengan
perasaan takut, cemas, dan was-was atas peristiwa mencekam tersebut.
Beberapa kasus kekerasan seksual yang melatarbelakangi
trauma masa lalu orang yang mengalami gangguan kejiwaan antara lain; pernahkan
anda membayangkan jiwa anda menjadi korban pemerkosaan orang yang tidak
bermoral, apakah itu orang yang tidak anda kenal sebelumnya atau orangtua anda
sendiri, kerabat terdekat serta atasan anda, pembantu rumah anda, atau bahkan
pacar anda. Dan pernahkah anda membayangkan diri anda direndahkan oleh kerabat
terdekat atau siapapun yang mungkin anda kenal dengan menjadi teman masturbasi
atau onani. Seperti itulah gambaran beberapa peristiwa pilu yang pernah
dialami orang dengan gangguan kejiwaan. Umumnya mereka tidak dapat menceritakan
peristiwa memalukan tersebut kepada siapapun, sehingga tersimpanlah sampah
batin atas perasaan kesal dan geram atas perilaku keji tersebut sehingga jiwa
mereka tergoncang hebat dan mereka mengalami kecemasan dan halusinansi yang
berlebihan.
Faktor genetik juga menyumbang peranan bagi kesehatan jiwa
seseorang, hal tersebut dikarenakan adanya gen yang memicu terjadinya gangguan
jiwa serta variasi dan multiple gen
pada fungsi otak (Mohr, 2003). Beberapa peneliti juga menemukan adanya variasi genetik pada
responden sebanyak 3300 orang dengan diagnosis Skizofrenia, Autis, ADHD,
Bipolar Disorder, dan Mayor Deppressive Disorder (NIH,USA,2003). Keterlibatan genetik gangguan kejiwaan
yang terjadi antara ayah, ibu, saudara atau anak yakni menyumbang sebesar 10%,
sementara keterlibatan genetis pada keponakan atau cucu sebesar 2% hingga 4%,
selebihnya kembar genetik adalah penyumbang paling besar bagi keterlibatan
secara genetis gangguan kejiwaan yakni mencapai 46% sampai dengan 48%.
Coping method yang
tidak dilakukan secara tepat, tentu akan memberikan pengaruh buruk bagi
seseorang. Hal tersebut karena yang bersangkutan tidak membebaskan diri untuk
melakukan berbagai pendekatan seluas-luasnya agar dapat mencari pemecahan atas
masalah yang sedang ia hadapkan kepada jalan keluar yang sepadan dengan
persediaan kapasitas yang dimiliki. Dua jenis strategi Coping yang biasa dilakukan adalah tipe Problem-Solving Focused Coping ; yakni individu secara aktif
mencari penyelesaian dari masalah untuk menghilangkan kondisi atau situasi yang
menimbulkan stres. Penggunaan tipe jenis ini menitikberatkan kepada bentuk
evaluasi diri dengan mencari sumber atas solusi dan pemecahan suatu masalah. Tipe
ini pun dinilai lebih baik dan cenderung disarankan oleh banyak psikolog, sebab
menekankan kreativitas serta mendobrak daya juang seseorang agar tidak mudah
mengeluh dan menyerah. Sementara tipe yang kedua adalah Emotion Focuses Coping ; yakni melibatkan usaha-usaha untuk
mengatur emosinya dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak yang akan timbul
akibat suatu kondisi atau situasi yang penuh tekanan. Berbeda dengan tipe yang
sebelumnya, dimana menitikberatkan kepada mencari sumber atau cara untuk memecahkan
masalah sementara tipe jenis emotion
focused coping lebih kepada menjawab pertanyaan atas masalah yang sedang
dihadapi dengan berfokus pada pertanyaan ego ; seperti mengeluh atau
menyalahkan, hingga berujung kepada perasaan pasrah atau mendendam kepada objek
yang diduga menjadi pusat munculnya permasalahan.
Gambaran penggunaan kedua pendekatan coping method tersebut adalah sebagai berikut ;
Seseorang dengan latar belakang
pendidikan S1 bidang keilmuan tertentu sedang mencari pekerjaan, tetapi karena baru
saja selesai menjalankan studi nya maka ia belum memiliki pengalaman di dunia
kerja. Dengan kerasnya orang tersebut selalu berusaha mencari pekerjaan, namun
sudah hampir 15 bulan ia belum juga mendapatkan pekerjaan yang diinginkan.
Memiliki pekerjaan dan menjalani suatu profesi merupakan impiannya sejak
dahulu, selain karena ia ingin berkarya atas usahanya yang telah mentamatkan
suatu bidang studi, ia juga ingin membahagiakan dan membuat bangga kedua
orangtua, kini memiliki pekerjaan merupakan fokus perhatiannya sehingga lambat
laun kehidupan pribadi dan sosialnya mulai terganggu. Rasa cemas mulai menghantuinya,
kepercayaan diri pun mulai menurun, kini ia sering merasa bersalah dan tidak
berharga bagi orangtua, keluarga besar hingga dirinya sendiri.
Dari gambaran peristiwa di atas, jika yang bersangkutan
menggunakan tipe coping method model pertama
maka cara pemecahan masalahnya adalah berfokus kepada mencari solusi atas
pemecahan masalah yang sedang dihadapi, mengaktifkan segala kreativitasnya dan
mengevaluasi diri untuk menemukan solusi atas permasalahan tersebut. Seperti
contoh ; mengumpulkan koneksi dari kerabat dan beragam relasi untuk mencari
referensi beberapa perusahaan, membeli sejumlah buku panduan untuk menghadapi
proses seleksi diperusahaan, meningkatkan kualitas hard skill dan soft skill
yang dimiliki, jika perlu mencari peluang bisnis untuk mengembangkan hobi atau
kegemaran. Namun jika ia berfokus kepada coping
method yang kedua maka ia akan semakin gelisah dan mengeluhkan permasalahan
yang sedang dihadapi tanpa berupaya untuk mencari jalan keluar atas
permasalahan yang sedang ia hadapi. Seperti contoh ; kerapkali menyalahkan diri
sendiri yang selalu gagal saat menjalani tes seleksi di perusahaan, cenderung
menyalahkan dirinya yang tidak mampu bersaing dengan banyak pencari kerja yang
lain, atau menyalahkan bahwa pihak perusahaannya yang selalu mengutamakan
kandidat referensi dari pegawai yang bekerja pada perusahaan terlebih dahulu.
Dari pemaparan tersebut sudah terlihat perbedaannya antara coping method dengan pendekatan problem-solving
atau emotional.
Faktor pemahaman dan keyakinan agama kerap menjadi indikasi
utama bagi kerentanan orang yang menderita gangguan jiwa. Sebuah studi
Ethnografi yang dilakukan oleh Saptandari (2001) melaporkan bahwa lemahnya iman
dan kurangnya ibadah dalam kehidupan sehari-hari berhubungan erat dengan
kejadian gangguan jiwa. Selanjutnya penelitian oleh Suryani (2011) juga
menemukan adanya hubungan antara kekuatan iman dengan kejadian gangguan jiwa,
khususnya pada pasien yang mengalami halusinasi pendengaran dimana halusinasi
tersebut tidak muncul jika kondisi keimanan yang bersangkutan kuat. Dengan
demikian, benteng keimanan memegang peranan yang sangat penting karena merupakan
landasan dan acuan dalam setiap langkah kehidupan. Sudah tentu jika
seseorang mengenal dengan baik siapa
dirinya maka dengan sendirinya ia senantiasa berdamai terhadap segala ketentuan
yang ia miliki juga ke-Berkahan yang ada padanya.
Segala peristiwa yang terjadi merupakan bagian dari goresan
tinta yang telah tergambar dalam buku hidup, masing-masing kita memiliki corak
tersendiri. Namun tidak ada yang melulu memiliki goresan usang, terkadang dalam
catatan buku hidup tersebut, anda juga telah menggoreskan suatu yang begitu
berarti, indah, dan mengagumkan. Hal tersebut dapat terjadi jika anda
senantiasa mengumpulkan seluruh kekuatan (berupa potensi dan bakat yang anda
miliki), mengumpulkan seluruh alam sadar dan bawah sadar anda mengenai impian
dan pencapaian yang akan anda wujudkan, menghayati peran penting dalam menjalin
hubungan vertikal dengan Sang Maha Pencipta dan hubungan horizontal dengan
lingkungan sosial (seperti orangtua, saudara, kerabat, juga orang-orang dalam
hidup anda). Jika anda telah mengenal diri anda, menghayati arti keberadaan
anda, berdamai dengan diri anda, dan menjadi sahabat terdekat bagi diri anda,
dapat dipastikan bahwa anda mudah untuk menikmati indahnya perjalanan hidup.
Sebab tidak ada air mata yang menetes tanpa makna, tidak ada suara tawa yang
terdengar tanpa iringian decak kagum, serta tidak ada pujian yang terdengar
tanpa diawali usaha maupun kerja keras. Jadilah pribadi yang senantiasa
produktif, jangan pernah hiraukan siapapun yang ada dihadapan anda, namun ingat
dan kenanglah selalu mereka yang ada di belakang anda, karena mereka tidak akan
pernah meninggalkan anda, mereka juga tidak akan segan membangunkan anda disaat
anda terjatuh dan tertatih untuk melangkah.
Jangan pernah sekali-kali menganggap hidup ini begitu sulit,
karena sesulit apapun permasalahan yang anda hadapi, masalah yang muncul dalam
hidup anda hanyalah sebatas ruang berfikir anda, selebihnya tidak ada yang
perlu anda cemaskan karena andalah yang memegang kunci dari permasalahan anda
sendiri dan andalah yang menciptakan situasi tertentu menjadi pokok masalah. Segeralah
bercermin untuk melihat siapakah diri anda sesungguhnya, rumusnya hanyalah berdayakan
diri anda, jangan pernah menyalahkan siapapun sebab jika anda membiarkan
perasaan tidak adil berada sedetik saja dalam diri anda maka rasa cemas, sedih
dan tidak berdaya akan langsung bersarang kepada anda, selanjutnya anda akan
mulai melupakan peranan anda sebagai tokoh utama dalam menciptakan tiap goresan
dalam buku hidup yang anda miliki. “Rangkullah” siapapun yang anda temui di sepanjang
perjalanan hidup anda, janganlah memandang seseorang hanya dari satu sisi saja
namun tengok dan cermatilah dari banyak sisi, karena disanalah anda akan
menemukan sesuatu yang berharga dan paling indah darinya yang tidak ia ketahui.
Dua alenia terakhir yang saya tuliskan adalah usaha saya
dalam menggambarkan betapa sedihnya orang-orang yang terlanjur diberikan cap
atau stigma sebagai residivis orang dengan gangguan jiwa. Mereka akan selalu
terpasung dalam paradigma anda yang mengganggap mereka merupakan orang-orang
rentan dan lemah dalam menghadapi hidup. Namun anda lupa bahwa siapapun
berkesempatan mengalami gangguan jiwa, kesempatan tersebut sama besarnya dengan
kesempatan anda tertular virus influenza dari teman anda yang lebih dahulu
mengalaminya. Akan tetapi kesempatan tersebut menjadi semakin minim jika anda
merubah makna dan konsep hidup anda menjadi suatu konsep hidup yang lebih luhur
dengan senantiasa Ikhlas kepada apapun yang telah dan akan terjadi, sebab tidak
ada pelangi tanpa hujan yang terlebih dahulu turun.